Sabtu, 06 Januari 2018

TINJAUAN-TINJAUAN TENTANG UNDANG-UNDANG UUJK NO. 18 TAHUN 1999



TINJAUAN-TINJAUAN TENTANG UNDANG-UNDANG UUJK NO. 18 TAHUN 1999


Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk mewujudkan keteraturan dalam tatanan penyelenggaraan jasa konstruksi. Pengaturan tersebut mengatur segala aspek penyelenggaraan jasa konstruksi yang berkaitan dengan pekerjaan/proyek konstruksi, pengembangan usaha jasa konstruksi dan pemberdayaan masyarakat jasa konstruksi.
Salah satu aspek penyelenggaraan jasa konstruksi yang berkaitan dengan pekerjaan/proyek konstruksi adalah kegiatan pengadaan jasa pemborongan konstruksi. Kegiatan pengadaan jasa pemborongan konstruksi diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk menyediakan layanan jasa pemborongan konstruksi yang berkompeten dalam mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Pengaturan kegiatan pengadaan jasa pemborongan konstruksi dilakukan agar terdapat kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki oleh penyedia jasa pemborongan konstruksi dengan jenis pekerjaan konstruksi.
Secara hukum yuridis, bentuk dari suatu pengaturan dilakukan dengan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan jasa konstruksi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999 (UUJK No.18/1999). Berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan berbagai peraturan pelaksana yang diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Keputusan Menteri (Kepmen), dan sebagainya.
Dalam kajian ini akan dikaji beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengadaan Jasa Pemborongan Konstruksi untuk mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Ketentuan tersebut antara lain UUJK No. 18/1999 beserta Peraturan Pemerintah yang terkait (PP No. 28/2000, PP No. 29/2000) serta Keppres No. 80/2003 beserta perubahannya (Keppres No. 61/2004, Perpres No. 32/2005, Perpres No. 70/2005, Perpres No. 8/2006, Perpres No. 79/2006, Perpres No. 85/2006, dan Perpres No. 95/2007).


Penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan jasa pemborongan konstruksi sebagai akibat dari pemahaman/persepsi yang keliru terhadap ketentuan yang berlaku dapat berpotensi terjadi dampak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu, perlu untuk diketahui ketentuan-ketentuan dalam pengadaan jasa pemborongan konstruksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jasa konstruksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai keserasian antara Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18/1999 dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 80/2003 dalam Pengadan Jasa Pemborongan Konstruksi dan potensi dampak yang terjadi sebagai akibat dari ketidakserasian peraturan tersebut. Kajian keserasian dilakukan dengan cara membandingkan ketentuan-ketentuan pengadaan jasa pemborongan konstruksi yang diatur dalam UUJK No. 18/1999 dengan Peraturan Pemerintah baik itu PP No. 28/2000 maupun PP No. 29/2000 sebagai penjabaran dari UUJK dan kenyataannya. Dan antara UUJK No. 18/1999, PP No. 28/2000 dan PP No. 29/2000 dengan Keppres No. 80/2003.
Hasil kajian keserasian, menyatakan ketentuan-ketentuan yang serasi antara lain ketentuan mengenai metoda pemilihan penyedia jasa dan kontrak kerja konstruksi dan ketentuan-ketentuan yang tidak serasi yaitu ketentuan mengenai persyaratan penyedia jasa khususnya untuk usaha orang perseorangan, persyaratan tenaga kerja konstruksi untuk bersertifikat, kriteria keadaan tertentu, dokumen pemilihan penyedia jasa dan dokumen penawaran.
Berdasarkan hasil kajian keserasian, dilakukan kajian potensi dampak yang dapat terjadi sebagai akibat dari ketidakserasian peraturan dengan mengidentifikasi kejadian dan dampak yang berpotensi terjadi dengan menelaah dokumen-dokumen terkait dengan ketentuan-ketentuan yang tidak serasi tersebut. Hasil kajian tersebut menunjukan ketentuan yang paling berpotensi terjadi dampak terhadap pekerjaan konstruksi adalah persyaratan tenaga kerja konstruksi. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pelaku konstruksi baik pengguna jasa maupun penyedia jasa dengan mengetahui ketentuan-ketentuan yang harus berlaku pada jasa konstruksi dan dampak yang berpotensi terjadi sebagai akibat dari penyimpangan terhadap ketentuan tersebut.
1.             Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18 tahun 1999

UUJK No. 18/1999 merupakan landasan hukum pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah, dan menyeluruh dalam rangka mengembangkan jasa konstruksi. Dengan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi (Butir 9 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan Undang-undang, ketentuan dalam UUJK No. 18/1999 bersifat umum dan perlu diturunkan dalam bentuk peraturan pelaksanaan untuk penerapannya dengan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Untuk lebih memahami mengenai UUJK No. 18/1999, berikut kajian latar belakang dan struktur isi UUJK No. 18/1999. Sehubungan dengan lingkup penelitian ini, pembahasannya dilakukan dari sudut pandang pengaturan Pengadaan Jasa Pemborongan Konstruksi.

A.           Latar Belakang UUJK No. 18 tahun 1999
Pengaturan jasa konstruksi dalam UUJK No. 18/1999 dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan cita-cita luhur jasa konstruksi dimana dengan adanya UUJK No. 18/1999, jasa konstruksi diharapkan dapat :

1.            Berperan dalam pembangunan nasional
Disarikan dari ayat 1 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999: ”
2.            Terwujud kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999),
3.            Terbentuk usaha yang profesional dan kokoh (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999), dan
4.            Menghasilkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan berfungsi sesuai rencana (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Peran jasa konstruksi dalam pembangunan nasional yaitu melalui kegiatan pembangunan. Yang mana hasil akhir dari pembangunan adalah bangunan fisik berupa sarana dan prasarana. Peran jasa konstruksi secara langsung dalam pembangunan nasional yaitu:
1.                       Mengurangi pengangguran dengan membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja konstruksi yaitu tenaga ahli dan tenaga terampil.
2.                       Membuka peluang usaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri barang dan jasa yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi.
3.                       Meningkatkan pendapatan negara melalui sektor konstruksi.

Peran jasa konstruksi secara tidak langsung adalah mendukung pertumbuhan dan perkembangan bidang ekonomi, sosial dan budaya melalui hasil pembangunan atau pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Pentingnya peran jasa konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi negara sehingga dibutuhkan pengaturan dalam bentuk Undang-Undang Jasa Konstruksi untuk mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional.
Hal inilah yang menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang-Undang Jasa Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa konstruksi meneruskan konsep awal Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) hingga ditetapkannya UUJK pada tanggal 22 Maret 1999.
Keempat latar belakang lahirnya UUJK No. 18/1999 tersebut di atas saling berhubungan satu dengan lainnya dimana hubungan ketergantungan yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut.


Gambar 1. Hubungan ketergantungan antara 4 (empat) cita-cita jasa konstruksi

Usaha yang profesional dan kokoh serta kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajibannya merupakan syarat untuk menghasilkan konstruksi yang berkualitas dan berfungsi sesuai rencana. Yang pada akhirnya, melalui hasil konstruksi tersebut jasa konstruksi dapat berperan dalam pembangunan nasional melalui pertumbuhan dan perkembangan pada bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Usaha yang profesional adalah usaha yang memiliki keandalan yang tercermin dalam daya saing dan kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara efisien dan efektif serta bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaan konstruksi sesuai dengan profesi/keahliannya. Usaha yang kokoh adalah bentuk usaha yang memiliki hubungan kerja atau kemitraan yang sinergis dengan penyedia jasa, baik
yang berskala besar, menengah dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis dan terampil (Butir 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999). Usaha yang profesional dan kokoh adalah bentuk usaha yang dapat bersaing secara sehat baik di dalam negeri maupun di luar negeri, mampu menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara efisien dan efektif serta bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaannya dan mempunyai kemitraan antar penyedia jasa dari berbagai klasifikasi dan kualifikasi usaha secara sinergis. Kemitraan antar penyedia jasa dapat berbentuk joint venture dan joint operation.
Dampak dari usaha yang profesional dan kokoh terhadap hasil pekerjaan konstruksi adalah:
1.             Kemampuan bersaing (daya saing) secara sehat dalam kegiatan pemilihan penyedia jasa yang meliputi penilaian/evaluasi kualifikasi dan penawaran dapat menghasilkan penyedia jasa yang sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi usaha yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi sehingga pekerjaan konstruksi yang dihasilkan dapat sesuai kontrak kerja konstruksi.
2.             Tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan konstruksi dilandasi oleh prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual. Jika penyedia jasa yang melaksanakan pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi usaha yang dibutuhkan maka penyedia jasa tersebut tidak dapat mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya secara profesional sesuai dengan keahliannya jika terjadi kegagalan bangunan.

Kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa, perusahaan yang melakukan kemitraan adalah perusahaan-perusahaan memiliki daya saing dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi., yang ingin mengembangkan usaha melalui dukungan modal dan pertanggungan. resiko agar dapat memperoleh dan menyelesaikan pekerjaan konstruksi sesuai dengan kontrak kerja konstruksi.
Maka dapat disimpulkan daya saing dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan konstruksi sesuai kontrak dan bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaan konstruksi dapat meningkatkan kepercayaan antar penyedia usaha sehingga dapat terwujud kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa baik baik yang berskala besar, menengah dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis dan terampil.




Sumber: https://llkpbjaceh.wordpress.com/2010/10/16/kajian-keserasian-undang-undang-jasa-konstruksi-no-18-tahun-1999-dan-keputusan-presiden-no-80-tahun-2003-dalam-pengadaan-jasa-pemborongan-konstruksi-oleh-pemerintah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar